Sabtu, 20 November 2010

Komunikasi Politik



Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa : Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. 2004 Granit, Jakarta. Menulis, pada BAB I , Media Massa dan Kontruksi Realitas Politik, oleh Hamad, Ibnu, Sebuah Kearngka Teori. Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan. Hal ini terjadi karena dua factor yang saling berkaitan. Pertaman dewasa ini politik berada di era mediasi (politic in the age mediation) yakni media massa, sehingga hamper mustahil kehidupan politik dipisahkan dari media massa. Malahan para actor politik senantiasa berusaha menarik perhatian wartawan agar aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media massa. (hal 1)

McNair, Brian. Dalam bukunya An Introduction to Ploitical Communication (London, Routledge, 1995), bab 1 hlm. 2-15, mentyatakan bahwa era mediasi tersebut, fungsi media massa dalam komunikasi politik bias menjadi penyampai (transmitter) pesan-pesan politik dari pihjak-pihak luar dirinya ; sekaligus menjadio pengirim (senders) pesan politik yang dibuat (constructed) oleh para wartawannya kepada audiens. Jadi, bagi para actor politik, media massa dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan politik mereka kepada khalayak ; sementara untuk para wartawan media massa adalah untuk memperoduksi pesan-pesan politik, karena peristiwa-peristiwa politik.

Liputan politik juga cenderung lebih rumit ketimbang reportase bidang kehidupoan lainnya. Pada satu pihak, liputan politik memiliki dimensi pembentukan opini mpublik (public opinion), baik yang diharapkan oleh politisi maupaun para wartawan. Pra actor politik menginginkan public ikut terlibat dalam pembicaraan dan tindakan politik melalui tindakan politik melalui pesan politik yang disampaikannya dalam komunikasi politik, aspek pembentukan opini ini memang memiliki tujuan utama, karena hal ini akan mempengaruhipencapaian-pencapaian politik para actor politik.

Dalam kerangka pembentukan opini public ini, media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan symbol-simbol politik (language politic), kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing strategies), Ketiga, melakukan fungsi agenda setting media ( Agenda setting function). Takala melakukan tiga tindakan itu, boleh jadi sebuah media dipengaruhi oleh berbagai factor internal berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentinganm politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan factor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau pemirsa, system politik yang berlaku dan kekuatan-kekuatan luar lainnya. Dengan demikian, boleh jadi peristiwa politik bias menimbulkan opini public yang berbeda-beda tergantung dari cara masing-masing media melaksanakan tiga tindakan tersebut. (hal 2-3).

Politik itu memiliki nilai berita. Yang terakhir ini sejalan dengan pandangan Nimmo, Dan, dalam bukunya Political Communication and Public Opinion in Amerika. (Santa Monica, California : Goodyear Publishing, 1978). Hlm. 185-187, yang menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa politik itu selalu laik berita. Nimmo membagi peristiwa politik ke dalam empat jenis : peristiwa rutin, incidental, skandal, dan tanpa disengaja. Keempatnya selalu bias menjadi bahan berita yang menarik. Sebab, sebuah peristiwa rutin bias melibatkan actor politik terkenal sehingga bias dijadikan berita : peristiwa tiba-tiba (incidental) seperti kecelakaan yang menimpa seorang actor politik juga akan menjadi berita. Demikian pula skandal yang dilakukan seorang actor politik merupakan berita hangat. Para wartawan juga sering mendapatkan informsi politik yang tak disengaja, antara lain karena disamarkan oleh actor politik sebagai sumber, yang justru kemudian menjadi berita besar.

Dalam kaitan ini penulis mengikuti pendapat Nimmo, ibid., Bab I hlm. 1-20, yang menjadi titik pandang seluruh bukunya itu. Ia berpendapat tujuan komunikasi politik adalah pembentukan pendapat umum. Dengan meminjam formula Lasswell, “siapa mengatakan apa melalui saluran effects ?) Nimmo menjelaskan hubungan antara komunikasi politik dan opini public. Elemen who (siapa) dalam model itu adalah komunikator politik : says what (mengatakan apa) adalah pesan politik ysng memakai symbol-simbol politik : in which chaneel (saluran) adalah media yangh salah satunya adalah media massa ; two whom (kepada siapa) adalah khalayak atau publik : dan with what effect (akibat apa) adalah dampak dari komunikasi politik berupa opini public. Selanjutnya dampak dari public opini ini adalah mempengharuhi sosialisasi dan partisipasi politik, pemberian suara dan kebijakan pejabat dalam mengambil keputusan.


Di pihak lain, kegitan di bidang media massa dewasa ini termasuk di Indonesia telah menjadi indutri. Dengan masuknya unsure capital, media massa mau tak mau harus memikirkan pasar demi memperoleh keuntungan (revenue) baik dari penjualan maupun dari iklan. Talk terkecuali dalam menyajikan peristiwa politik, karena pengaruh modal ini media massa akan lebih memperhatikan kepuasan khalayak (pelanggan dan pengiklan) sebagian pasar mereka dalam mengkonsumsi berita-berita politik. Padahal, public dalam komunikasi politik khususnya din Indonesia secara umum memiliki keterikatan secara ideologis. (Ideologis laden) dengan partai-partai politik atas dasar agama, nasionalisme, ataupun kerakyatan (sosialisme). Keadaan demikian dengan sangat mudah dapat kita amati terutama pada masa Pemilu, saat setiap warga Negara memperlihatkan orientasi politiknya masing-masing. 



Aspe Komunikasi Politik
Masa Orba
Masa Reformasi (1999)
Komunikator Politik
Didominasi oleh sumber-sumber resmi dari kalangan pejabat pemerintah dan aparat (tentara)
Menyebar ke sumber-sumber dari semua kekuatan politik seperti partai, LSM, dan aktivis.
Pesan Politik
Dari segi isu cenderung seragam. Orientasinya tunggal, menekankan consensus. Bermain dalam bahasa eufimisme. Ada usaha secara sistematis mendelegitimasi kekuatan selain Orde Baru . Di luar orde baru adalah musuh.
Isunya beragam dengan orientasi multiarah memperlihatkan perbedaan. Menggunakan bahasa yang lebih terus terang. Bahkan sering vulgar. Cenderung mendelegitimasi Orba sebagai musuh.
Media
Komunikasi
Politik
Media massa di bawah control penguasa Orba. Dalam liputan kampanye Golkar harus mendapatkan porsi lebih besar.
Media bebas menentukan pilihan politiknya. Pada sebagian Koran terjadi pemihakan (partisan) kepada salah satu kekuatan politik.
Khalayak
Komunikasi
Politik
Massa yang “apotis” kesadaran Ideologis dalam keadaan tertekan.
Massa dan sangat politis. Fanatisme pada salah satu partai dengan kesadaran ideologis yang tinggi.

Efek Komunikasi
Politik
Pemerintah adalah pihak yang harus selalu dianggap benar.
Setiap kelompok politik mendapat apresiasi sesuai kekauatan politiknya.

Dalam bukunya Marketing Politik – Antara Pemahaman dan Realitas, yang diterbitkan Yayasan Obor Indonesia, 2008 Jakarta. Firmanzah Ph.D menuliskan Metode Komunikasi Politik, adalah Perubahan dalam masyarakat local ,maupu  global juga memberikan implikasi terhadap cara melaksanakan komunikasi politik. Dengan semakin hilangnya system tertutup, otoriter dan refresif, semakin terbuka pula ruang-ruang kebebasan untuk berekpresi.  Media juga diiming-iming atas konsesi tertentu apabila mau mendukung pihak yang berkuasa. Namun, dengan semakin globalnya jaringan-jaringan kelompok-kelompok masyarakat dunia, perilaku aliansi media massa local untuk menjadi pihak yang objektif dan tidak memihak dapat direduksi semaksimal mungkin. Tekanan global terhadap media massa local untuk menjadi pihak yang objektif dan tidak memihak pastilah sedikit banyak dapat mencegah perilaku kolusif ini. Ketika ditemukan kasus kolusif, hal tersebut akan menjadi komunitas politik bagi oposisi untuk mendeskriditkan partai lawan yang telah melakukan kolusi itu.

Kolusi tersebut akan dapat merusak kredibilitas media massa di mata masyarakat. Bagi media massa, hal yang paling dijaga adalah krdibilitas informasi yang diberitakan. Kalau semua orang menanyakan ke-absahan berita yang ditampilkan, hal ini akan menggangu bisnis media massa itu sendiri. Artinya, kehancuran ada di depan mata. Sekali masyarakat tak percaya padanya, sebuah media massa tidak akan bangkit kembali. Tak ada ampun baginya. Selesai. Hal. 83

Kamis, 18 November 2010

Psikologi Komunikasi


Charactersitics of Relationships


1. There is strong mutual concern (caring) for the other’s personal growth.

            Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut sebagai nu-buat yang dipenuhi sendiri. Bila anda berfikir Andi orang bodoh, anda akan benar-benar menjadi orang bodoh. Biula anda merasa memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apa pun yang Anda hadapai pada akhrinya dapat Anda atasi. ANda berusaha hidup sesuai dengan label yang anda letakan pada diri anda. Hubungan konsep diri dengan perilaku, mungkin dapat disimpulkan dengan ucapan para penganjur berfikir positif : You don’t think what you are, you are what you think.


2. There is Consistent agreement on intellectual matters.

Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat sosioekonomis, agama, ideologis, cenderung saling menyukai. Menurut teori Cognitive Consistency dari Fritz Heider, manusia selalau berusaha mencapai konsistensi dalam sikap dan perilakunya. Kita cenderung menyukai orang, kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan kita, dan jika kiat menyukai orang, kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan kita. Kita ingin memiliki sikap yang sama dengan orang yang kita sukai, supaya seluruh unsure kognitif kita konsisten.

3. There is strong mutual commitment to the potential of the relationship.

Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memlihara dan memperteguh hubungan interpersonal, perubahan memerlukan tindakan-tindakantertentu untuk mengembalikan keseimbangan (equilibrium). Ada empat factor yang amat penting dalam memlihara keseimbangan ini : keakraban, control, respons yang tepat, dan nada emosional yang tepat.

Kekaraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih saying Hubungan Interpersonal akanterpelihara apabiula kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor yang kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa. Faktor yang ketiga, adalah ketepatan respons ; artinya, rspon A haruis di ikuti Respon B yang sesuai.

Konfirmasi

1)      Pengakuan LAngsung
2)      Perasaan Positif
3)      Responss Meminta Keterangan
4)      Respons Setuju
5)      Respons Suportif

Diskonfirmasi

1)      Respons Sekilas (Tangenial Response)
2)      Response Impersonal (Impersonal Response)
3)      Response Kosong (Impervious Response)
4)      Response yang tidak relevan (Irrelevant Response)
5)      Respon Interupsi (Interrupting Response)
6)      Response Rancu (Incorect Response)
7)      Response Kontradiktif (Incongruous Response)


4. They have a reciprocal feeling for each other
           
1)      Karakteristik dan maksud orang lain. Orang akan menaruh kepercayaan kepada seorang yang dianggap memiliki kemamampuan, ketremapilan, atau pengalaman dalam bidang tertentu. Contoh : Kita percaya kepada Dokter.
2)      Hubungan Kekuasaan. Percaya  tumbuh apabila orang-orang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain. Bila saya tahu bahwa Anda akan patuh dan tunduk kepada saya, saya akan mempercayai anda.
3)      Sifatnya dan Kualitas Komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka, bila maksud dan tujuan sudah jelas, bila ekspektasi sudah dinyatakan, maka akan tumbuh sikap percaya.


5. They can spend a majority of their time together.           

Dalam komunikasi interpersonal, kita bias berlama-lama bertukar pengelaman salaing mengenal karena kita menruh keprcayaan yang tinggi pada lawan bicara kita. Hubungan semakin akrab terjalin karena saling memiliki keprcayaan dan keretbukaan dalam berkomunikasi.

6. There is a mutual depth of sharing of their experiences
Ada kedalaman saling berbagi pengalaman mereka

Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan menganggap komunikan lainnya berslaku jujur. Tentu sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman kita dengan komunikan. Karena itu sikap percaya berubah-ubah tergantung kepada komunikan yang dihadapi.  Selain pengalaman, ada tiga factor utama yang dapat menumbukan  sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya : menerima, empati dan kejujuran.

7. They consider each other as significan others
                                                                                                  
Pembukaan diri atau Self-Disclousure adalah mengungkapkan rekasi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memhami tanggapan kita di masa kini tersebut. (Johnson, 1982), dalam Komunikasi Interpersonal Karya Dr. A. Supratiknya.

Sikap Terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme, sehingga untuk memhami sikap terbuka, kita harus mengidentifikasikan lebih dahulu karakteristik orang dogmatis.


                                     
8. There is openness and honesty in all their communication.
Ada keterbukaan dan kejujuran dalam semua komunikasi mereka

Kejujuran adalah factor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya. Menerima empati mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Sikap menerima kita dapat ditanggapi sebagai sikap tak acuh, dingin dan tidak bersahabat ; empati dapat ditanggapi sebagai pura-pura. Supaya ditanggapi sebenarnya,kita harus jujur mengungkapkan diri kita kepada orang lain. Kita harus banyak menghindari melakukan “penopengan” atau “pemngelolaan kesan” Kita tidak menaruh kepercayaan kepada orang-orang yang sering menyembunyikan pikiran dan pendapat-pendapatnya. . Kita menaruh kepercayaan kepada orang terbuka, atau tidak mempunyai pretense yang dibuat-buat.

9. They are Willing to bear the other’s burdens in life

Dalam hubungan yang akrab, memunginkan bana hidup di bagi dengan cara mencurahkan isi hati, terlebih curahan isi hati disampaikan kepada orang yang dipercyai. Dalam hubungan antar pribadi sikap saling percaya terjadi dan membagi beban hidup terjadi tanpa paksaan.

10. They Enjoy high, mutual sexual satisfaction


Komunikasi Interpersonal dalam keluarga terdekat seperti hubungan suami iitri dalam berumah tangga dapat menumbuhkan semangat berhubungan seks yang tinggi, dan pada akhirnya mandapatkan kepuasan seksual dalam kehidupan berumah tangga. Komunikasi interpersonal salah satunya menjadi alat untuk mencapai kepuasan tersebut.


Sumber Bacaan :        

Rakhmat Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Rosda, bandung 2009.

Supratiknya, Komunikasi Antarpribadi , Tinjauan Psikologis. Kanisius Yogyakarta, 2007.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Juara Harapan Lomba Foto Bandung Airshow

"BASAH SEMUA"
Juara Harapan Lomba Foto Bandung Airshow 2010 Foto : Yoki Yusanto/Kamera Canon 500D/  Lensa 18-55]

Minggu, 12 September 2010

FILM SANG PENCERAH

Sinopsis dan Trailer Film Sang Pencerah

SANG PENCERAH
Pimpinan Pusat Pengurus Muhamadiyah, Din Syamsudin menghimbau warga Muhammadiyah untuk menyaksikan film SANG PENCERAH arahan sutradara Hanung Bramantyo.

Saya menghimbau khususnya warga Muhamadiyah untuk menonton film ini yang pada 9 September akan ditayangkan di bioskop, dan marilah kita dukung film ini, kalau berhasil nanti akan ada SANG PENCERAH II,” ungkap Din Syamsudin.
Himbauan tersebut disampaikan dalam syukuran film SANG PENCERAH, di kediamannya di Komplek Pejanten Elok, Pasar Minggu, Jakarta Selatan,beberapa waktu yang lalu
“Atas nama pimpinan Muhamadiyah saya sampaikan ucapan terima kasih, tentunya film ini sangat ditunggu-tunggu oleh warga Muhamadiyah dan warga Indonesia pada umumnya,” ungkapnya.
SANG PENCERAH menampilkan bintang Lukman Sardi sebagai pemeran KH Ahmad Dahlan, Zaskia Adya Mecca (Nyai Ahmad Dahlan), Ikranegara (Kyai Abu Bakar), Sujiwo TejoGiring Nidji (KH Sudja, murid KH Ahmad Dahlan) dan sejumlah artis pendukung lain seperti Joshua Suherman yang berperan sebagai tokoh Hisyam muda. Film ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang Ahmad Dahlah, pendiri Muhamadiyah.
“Saya dan teman-teman di Muhamadiyah sudah lama sekali berharap ada yang bikin film dan sebenarnya sudah ada rencana dari sutradara lain yang ingin membuat film ini sampai akhirnya Mas Hanung yang mempunyai obsesi yang sama dengan kita dan mewujudkan ini,” urainya.
“Ini akan semakin mencerahkan warga Muhamadiyah dan tentunya juga pencerahan bagi bangsa,” pungkasnya.
Dari sekian banyak pemain di film Sang Pencerah, ada tiga yang tidak perlu repot melewati proses casting. Mereka ditunjuk langsung oleh sang sutradara, Hanung Bramantyo.
Pertama, untuk karakter K.H. Ahmad Dahlan diperankan oleh Lukman Sardi. Ke-dua, sosok Kyai Hulu dipercayakan pada aktor gaek Slamet Raharjo. Dan yang terakhir untuk pemeran Nyai Walidah, Hanung menunjuk istrinya sendiri, Zaskia Adya Mecca.
"Lukman itu aktor muda yang punya kualitas sangat bagus. Slamet Raharjo, aktor senior yang masih dicintai oleh masyarakat," jelas Hanung dalam acara Press Junket film Sang Pencerah di FX Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (11/8).
Lantas bagaimana dengan Zaskia? Bukan asal pilih, Hanung merasa istrinya itu punya satu poin penting yang dia cari.
"Zaskia ini kan ikon perempuan muslim. Jadi, cukup mewakili," kata Hanung.
Soal anggapan keterlibatan Zaskia yang disebut karena nepotisme, dia menanggapinya dengan santai.
"Ya kalau dia bisa kasih performa yang bagus untuk pekerjaannya kenapa enggak," tukas sutradara Ayat-ayat Cinta itu.
Sinopsis Film Sang Pencerah
Film Sang Pencerah ini mengambil setting di Kota Jogyajakarta pada tahun 1867-1912.

Sepulang dari Mekah, Darwis muda (Ihsan Taroreh) mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Seorang pemuda usia 21 tahun yang gelisah atas pelaksanaan syariat Islam yang melenceng ke arah Bid’ah /sesat

Melalui Langgar / Surau nya Ahmad Dahlan (Lukman Sardi) mengawali pergerakan dengan mengubah arah kiblat yang salah di Masjid Besar Kauman yang mengakibatkan kemarahan seorang kyai penjaga tradisi, Kyai Penghulu Kamaludiningrat (Slamet Rahardjo) sehingga surau Ahmad Dahlan dirobohkan karena dianggap mengajarkan aliran sesat. Ahmad Dahlan juga di tuduh sebagai kyai Kafir hanya karena membuka sekolah yang menempatkan muridnya duduk di kursi seperti sekolah modern Belanda.

Ahmad Dahlan juga dituduh sebagai kyai Kejawen hanya karena dekat dengan lingkungan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tapi tuduhan tersebut tidak membuat pemuda Kauman itu surut. Dengan ditemani isteri tercinta, Siti Walidah (Zaskia Adya Mecca) dan lima murid murid setianya : Sudja (Giring Nidji), Sangidu (Ricky Perdana), Fahrudin (Mario Irwinsyah), Hisyam (Dennis Adishwara) dan Dirjo (Abdurrahman Arif), Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman
Trailer Film Sang Pencerah

Selasa, 10 Agustus 2010

Engglish Language Study

Pare Engglish Village, Tulungrejo Village, Kediri Regency in east java. before i go Pare, i searching in internet. i know from search enggine google, a lot of site's about pare.

and than i searching in social networking facebook. i found the awarenes group in facebook. i write on face book walls the awarenes group than on right of 7 july, i will come to pare.

i go to pare by malabar (malang - bandung raya) train from bandung trains station to kediri trains station.  i leave at half pas three p.m.

and than arive in Kediri train station half pas four a.m. so that i go to bus station terminal by pedicap. and go to pare by small bus (puspa indah) to malang so get off in front of  Basic Engglish Course (BEC) in Tulungrejo Village.

and than by ojeg motorbike hang around in pare village. i visit some of course such as Kresna, global-e, and webster. At last i come to The Awarenes, before i know the awarenes first from social networking Facebook.


in the awarenes i take pronounciation program, speaking one program and basic vocabulary.i so glad because my teacher smart, friendly and familiar. i will stay in pare one month and two week, because i take another program in the notice of course just two week for pre toefl. 


i am hope after living in pare i' will be able to speak english well.












Senin, 09 Agustus 2010

Sempu Island Vacation

Third vacation after Bali island and bromo vulcano mountain. at six a clock, i leave from pare vilage, kediri regency by mini bus. i go to sempu island with my freind from the awarenes course. the journey a cross many town such as kediri regency, blitar regency, and last malang regency. spend five hours to arrived in sendang biru beach at 12.00 am.

by fishermans boat to cross the sea to reach sempu island. just five ten minutes to arrive in sempu island from sendang biru beach. i walk in the forest a feel tired in the journey, because the way very bad. mud road we passed. two hours i spend for journey in sempu island forest.

when i arrived in segara anakan i see beautiful scenery, because the white sand, wonderful coral and than i can see hindia ocean with big wave in the sea. in segara anakan beach ours friend build camp for spending night, many more another visitor build a camp too.

and than in segara anakan beach we are swim there because the sea is not deep. at night we are toasted the tuna fish and will be eat together so delicious. after toasted fish, we are drink a beer in segara anakan beach, so that i fall sleep in camp. after that in the morning i get up at 06.11 am , i see sunrise but also is not visible because the sky so dark. and after that, we prepare ours self to get back to my dormitory in pare.

diferent whith journey when i come last day, we just take one hours cross a sempu island forest. finaly i go back a cross the sea by fisherman boat, to sendang biru beach. when arrived at sendang biru we are take a bath, with fee just 1500 IDR. after that we go to launch in eat shop.

so that i don't forget to buy some fish in fish market. buy some give my freind in grand mother's dormitory. we are go back at 12.00 am to pare kediri by minibus. in the mini bus i am hate the someone because tatih suchau nuthum sister's. use to speak " di kasih ngak yahhhh.....hemm-hemm....hemm...." always, it 's not funny. and i still hate edi the commite team. i arived in pare at five a clock in afternoon.

Senin, 26 Juli 2010

Bromo Mountain Vacation

After Second Journey Bali Island, I spend my las vacation in Bromo Mountain Pasuruan Regency, east java Indonesia. I go to go Bromo Mountain together with my friend from Jeneponto, South Sulawesi. he is nama Mr. Amirudin.

I went to Bromo Mountain friday night, exactly ten o'clock pm. we leave pare kediri east java, take a minibus trip. Maybe five hours from Pare to go to Bromo tourism area. Thirten person follow to trip Bromo Mountain from Mahesa and another course in Pare. Althought me and Mr. Amir are not from Mahesa members.

In Bromo Mountain I saw Beautiful scenery as like sun rise, volcano Bromo Mountain and then fresh three.
I met foreigner from australia, nederland, portugal and england, especiality foreigner from nederland, because we are taken compersation about own experience and taken discussion. 

every of them told his own idea. finally we take a picture together with Bromo Mountain backround. In bromo Mountain i would rather take a picture with beautiful girl from england. My friend wourd rather than i take picture with beautiful foreigner so that we enjoyed the trip vacation.

bromo, 24/07/2010    

Sabtu, 24 Juli 2010

Sudah Dua Pekan di Pare

Belajar Bahasa Inggris di Pare, Kediri. Menyenangkan. Bertemu lintas kultur di Indonesia, salah satunya adalah seorang guru dari Jeneponto, Sulawesi Selatan. Beliau adalah Mr. Amir usianya sangat muda, namun semangatnya patut dijadikan contoh bagi kita semua, generasi muda.

Saya sudah dua pekan di Pare, Kediri. Mulai belajar pada tanggal 12 Juli lalu, dan kini sudah dua pekan di Pare. Pengetahuan tentang bahsa inggris terus bertambah, apalagi dengan program 24 hours english area di camp kami.

Tidak hanya di Pare, saya belajar praktis untuk berkomunikasi dengan penutur asli orang bule, di bali dan di gunung Bromo, tempat itu dipilih karena banyak dikunjungi tourism. Dari pada dulu sebelum ke Pare, saya mengalami perkembangan dalam berbahasa, itu di akui oleh Mr. Hendra guru bahsa Inggris saya yang berasal dari Lombok NTB.

Mr. Amir, menuturkan bahwa belajar di Pare itu karena memperoleh ruh belajar, intinya belajar karena dorongan untuk menjadi bisa berbahasa Inggris degan baik. "Semua orang yang datang ke Pare memiliki tujuan yang sama sehingga semuanya berkomitmen untuk menjadi orang pintar dalam berbahasa Inggris, " ungkapnya dalam perbincangan dengan saya.

 Ini salah satu hasil belajar di pare :

- How are you ?

* I am Fine, Thanks !

- What do you study in Pare ?

* I study english.

-  Can you tell me about the condition in Pare ?

* Pare is small village in Kediri east java. but has big effect for student, special for people like education.

 


Sabtu, 17 April 2010

Film Pareh Bandung, 1934



Film ini disutradarai Mannus Franken dan Robert Balink, dua orang Belanda, Dokumentaris kebudayaan Hindia Belanda. Eksotisme dunia Timur menjadi fokus Film "seni" ini. Berawal dari Mitologi dan cerita daerah Preanger (Priangan Tempo Dulu, Petani, Nelayan, dan Gadis-gadis cantik yang kental dengan budaya Sunda.****

Jumat, 16 April 2010

TIGA FASE DEMOKRASI DI INDONESIA

Transition Toward democracy : a model, Source : Based on Dankwart Rustow. “Transitions to Democracy,” (1990)

Model Transition Toward Democracy, dimana suatu negra memiliki satu kondisi backround - persatuan nasional - yang harus dimiliki. Untuk dan melakukan transisi menuju demokrasi. Di mana mayoritas warga negara harus "tidak ada keraguan atau mental yang sebagai komunitas politik milik mereka" (Rustow 1970:350).
Sebelum menuju proses transisi Persatuan nasional harus diutamakan. Dari berbagai kelompok, etnis yang ada di sebuah Negara. Pertanyaan-pertanyaan tentang Negara demokratis, yang harus diselesaikan sebelum nantinya memasuki era transisi ke arah demokrasi yang layak.

Fase persiapan yang pertama dan terutama berisi apa yang disebut Rustow berkepanjangan dan tidak meyakinkan strungle politik. Individu, kelompok, dan kelas penguasa nondemocratic yang menantang. Demokrasi mungkin bukan tujuan utama mereka, melainkan dapat menjadi sarana untuk mengakhiri lain atau produk sampingan dari kekuatan ujung lain, seperti masyarakat yang lebih setara dengan distribusi kekayaan yang lebih baik.

Komposisi dari kelompok-kelompok di balik tantangan untuk penguasa bervariasi dari satu negara ke negara lain dan lebih dari periode waktu. Fase keputusan berisi keputusan yang disengaja pada bagian dari pemimpin politik untuk melembagakan beberapa aspek penting prosedur demokratis "(Rustow 1970: 355).

Di Indonesia Fase demokratisasi yang dimulai sejak era 1998, Orde Reformasi mulai dikibarkan setelah 32 tahun Indonesia berada dalam rezim orde baru, yang otoriter. Dalam Tulisan Gerakan Kiri dan Demokratisasi di Indonesia, Rita Olivia Tambunan menyebutnya Proses Demokrasi Prosedural, Gerakan demokrasi di Indonesia pasca 1998 mengalami pasang surut.

Pertengahan tahun 1998,ketika gerakan mahasiswa mempelopori lahirnya gerakan reformasi dengan menurunkan Soeharto, seolah ada ‘darah’ baru untuk merevitalisasi konsep-konsep demokrasi yang pernahmenjadi barang haram pada masa rejim diktator Orde Baru. Pasca tahun 1998, para aktor prodemokrasi–secara sendiri maupun bersama– lebih memiliki peluang untuk melakukan berbagai aktivitas memajukan gerakan demokrasi di Indonesia. Ini adalah sebuah ‘kemewahan’ yang tersedia setelah lebih dari 32 tahun masa kekuasaan Orde Baru, para aktor pro-demokrasi mengalami berbagai ancaman –fisik maupun psikis– untuk berkegiatan.

Fase pertama era Demokratisasi di Di Indonesia di mulai. Rakyat sudah jenuh dengan gaya kepemimpinan otoriter, orde baru. Kesepakatan rakyat dilakukan dengan kekuatan aksi massa yang besar di setiap kota besar, dengan aksi demontrasi besar-besaran yang tergabung dari berbagai macam aliansi, rakyat. Seperti Petani, Pelayan, Buruh Pabrik, Profesional, Pengusaha, mahasiswa dan akademisi. Puncaknya desakan kepada DPR dan MPR dengan cara menduduki gedung yang terhormat itu. 12 tahun sudah reformasi dilakukan, nampaknya Indonesia masih harus belajar berdemokrasi dan mengembangkannya karena tujuan reformasi belum selesai.

Georg Sorensen dalam tulisan Democracy and Democractization, dalam Handbook of Politics State and Society in Global Perspective, menuliskan. Transisi ini disebut sebagai “gelombang ketiga” ekspansi kea rah demokratis (Samuel Hulington 1991) ; gelombang awal di mulai abad kesembilanbelas, awal abad keduapuluh dan setelah Perang Dunia II. Meeka membawa optimism liberal besar , termasuk klaim bahwa manusia telah mencapai “Akhir Sejarah” (Fukuyama 1989).

Saat itu tidak ada lagi ideologi yang signifikan rezim demokrasi liberal tidak ada saingan lagi. Para ahli berspekulasi bahwa gelombang ketiga demokratisasi telah berakhir (Diamond 1996); mereka ada benarnya. Di beberapa Negara, telah ada berbalik kea rah kekuasaan otoriter. Selain itu sebagian dari Negara-negara transisi yang belum demokrasi penush, dalam fase pembukaan demokrasi atau ketika teleh memasuki situasi demokratis “berhenti”. Secara tidak langsung transisi dari otoritarianisme.

Anis Bawesdan,dalam tulisannya di Artikelnya di Harian Umum Kompas, menjelaskan bahwa Demokratisasi di Indonesia berjalan dengan relatif baik. Dalam waktu 10 tahun terjadi transformasi besar-besaran di sebuah bangsa dengan penduduk 240 juta dan membentang ribuan kilometer di khatulistiwa. Transformasi dari politik otoriter ke demokratis dan dari pemerintahan sentralistis ke desentralistis merupakan prestasi yang mencengangkan dunia.

Proses transformasi ini berjalan jauh dari sempurna dan terencana. Ada deretan masalah yang masih harus diselesaikan. Akan tetapi, harus diakui, hanya sedikit bangsa yang memiliki stamina untuk menjalankan transformasi serumit ini. Dalam situasi seperti ini diperlukan kesadaran kolektif untuk berpikir dan mengelola perubahan dalam perspektif jangka panjang.

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara. Istilah ini berasal dari dua kata Yunani. Demo (orang) dan Kartos (Pemerintahan). Ini kedengarannya sederhana, tetapi tidak, karena hal itu menimbulkan banyak pertanyaan sulit (Held, 2006), misalnya : Orang-orang ? Masyarakat macam apa yang harus tunduk kepada aturan demokratis ? Tradisi liberal yang dominan mengandung ketegangan dalam refleksi pertanyaan ini yaitu menyagkut liberalism, tidak hanya dasar-dasar demokras kekuasan Negara, tetapi juga menetapkan batas-batas tajam kekuasan Negara.

Negara Liberal perjuangannya untuk membagai pola kekuasaan dan penciptaan hubungan sosial masyarakat sipil, termasuk usaha pihak swasta, lembaga-lembaga kemasyarakatan, keluaraga, dan kehidupan pribadi, bisa berkembagng tanpa campur tangan Negara. Elemn pentung dalam hal ini adalah dukungan dari ekonomi pasar berdasarkan rasa hormat terhadap hak milik pribadi.
Tradisi yang menjadi liberal demokrasi (dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan Negara atas masyarakat sipil) dan kebijakan demokratis (bertujuan untuk menciptakan struktur yang aman dan terstruktur dan popular bagi pemegang mandate kekuasaan Negara).

Beberapa kaum liberal awal sudah keberatan tentang demokrasi, takut bahwa hal itu akan menghalangi pembentukan masyarakat liberal (Therbon 1977). Perkembangan pemikiran demokrasi liberal berkembang menuju kompleks pengaturan hubungan (antara unsure-unsur teori ini. Dalam perdebatan mengenai hubungan antara kapitalisme dan demokrasi, tradisi liberalis hanya menyatakan bahwa system kapitalis dapat memberikan dasar yang diperlukan bagi kebebasan dan demokrasi.

Menurut Coen Pontoh, dikutip Rita Olivia Tambunan, Model transisi demokrasi, Indonesia saat ini adalah sebuah model yang berlaku di mana-mana di dunia yaitu modernization via internationalitation. Model transisi demokrasi ini memang lebih mengutamakan demokratisasi prosedural dan pro-pasar bebas; memperalat masyarakat sipil untuk terus mengingatkan bahwa peran Negara hanyalah pada persoalan politik dan tidak boleh mengintervensi ruang ekonomi yang harus diserahkan pada pasar.

Coen Pontoh menyatakan bahwa gerakan pro-demokrasi di Indonesia harus melawan perkembangan ini dengan melakukan demokratisasi yang menentang berlakunya neo-liberalisme (democratisation against neo-liberalism). Belajar dari pengalaman demokrasi di Rusia, Coen menyatakan tidak ada bukti faktual bahwa pemberlakuan nasionalisme ekonomi menyebabkan kebangkrutan ekonomi suatu negara, justru pemberlakuan neo-liberalismelah yang menyebabkan kebangkrutan ekonomi negara.

Satu-satunya kekuatan yang bisa menahan lajur neo-liberalisme adalah Negara. Dengan memberlakukan nasionalisme ekonomi, negara akan mampu berbicara lebih tentang peningkatan anggaran untuk kepentingan publik (kesehatan, pendidikan, subsidi kebutuhan pokok). Gagasan nasionalisme ekonomi adalah gagasan yang harus dikerjakan di dua arah secara bersamaan: demokratisasi dari bawah dan transformasi dari atas (democratisationfrom below and transformation from above). “Tidak boleh memberikan cek kosong kepada Pemerintah begitu saja.” Artinya rakyat harus memiliki ruang bebas untuk ikut menentukan arah kebijakan politik.

Hsail Riset DEMOS, yang dilakukan di 29 Propinsi terdapat 10 besar terbaik kinerja perbaikan kualitas dan istitusi demokrasi, di antaranya adalah di urutan pertama, kebebasan berbicara, berserikat, dan berorganisasi mencapai 18,6 persen. Di urutan kedua, Jaminan bagi Pers, seniman dan akademisi untuk bebas tanpa ancaman dan intimidasi menyuarakan kritik terhadap pemerintah/pihak-pihak yang berpengaruh 14,6 persen.

Di urutan ketiga Kebebasan membentuk partai, merekrut anggota, dan mengkampanyekan calon-calon untuk menduduki kekuasaan pemerintah 11,0 persen. Urutan keeempat, Partisipasi warga Negara dalam organisasi-organisasi independent, kelompok-kelompok kewargaan, gerakan sosial, dan serikat buruh 10,5 persen. Di urutan kelima Kebebasan beragama, menggunakan bahasa, dan melestarikan kebudayaan 8,5 persen. Urutan keenam Kebebasan untuk mendirikan serikat buruh 5,4 persen.

Urutan ketujuh Akses yang luas kepada media, unit kebudayaan, dan universitas untuk mendapatkan persfektip yang berbeda 5,0 persen. Di urutan ke-delapan Kesetaraan dan emansipasi jender 4,3 persen. Di urutan kesembilan, Transparansi, akuntabilitas, dan demokratis tidaknya organisasi-organisasi masyarakat sipil 3,4 persen, dan urutan kesepuluh adalah penyelenggaraan pemilu yang bebas dan jujur serta mekanisme pemilihan transparan 3,0 persen.

Catatan ; Pada riset putaran pertama ini, DEMOS mengidentifikasi 35 jenis hak dan institusi yang dianggap penting untuk memajukan tujuan-tujuan demokrasi, yaitu kontrol rakyat atas masalah-masalah publik atas dasar persamaan kedudukan politik. Ke-35 hak dan institusi demokrasi yang dapat digolongkan dalam 3 kategori besar yaitu :
(1) Kewarganegaraan, hukum, dan hak-hak;
(2) Pemerintahan yang representatif dan akuntabel; dan
(3) Masyarakat sipil yang berorientasi demokratis.

Hak-hak demokrasi adalah yang menyangkut kebebasan atau jasa dimana individu atau kelompok diandaikan dijamin untuk mendapatkannya. Sedangkan institusi-institusi demokrasi secara umum dapat didefinisikan sebagai ‘aturan permainan’ (rules of the game). Institusi demokrasi formal misalnya dalam bentuk hukum dan perundang-undangan. Institusi demokrasi bisa juga diakui secara informal dalam bentuk ‘aturan perilaku’ (rules of conduct), misalnya partai politik haruslah mencerminkan pandangan dan kepentingan anggotanya.

10 Besar Demokrasi yang buruk kinerjanya yaitu, urutan pertama, kepatuhan pemerintah dan pejabat pemerintah terhadap hokum mencapai 10,5 persen, selanjutnya Keadilan untuk semua dan independensi lembaga peradilan mencapai 10,2 persen. Ketiga Independesi partai-partai dari politik uang dan kekuasaan 9,1 persen, keempat Independensi kekuasaan pemerintah dan perlawanan terhadap berbagai bentuk korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan 6,8 persen, Kelima Pertanggungjawaban kekuasaan militer dan kepolisian pada pemerintah sipil terpilih dan kepada public 6,6 persen.

Keenam Hak bekerja/berusaha dan memperoleh jaminan sosial serta terpenuhinya kebutuhan dasar termasuk kesehatan 5,5 persen. Kedelapan Sikap partai-partai terhadap isu-isu dan kepentingan vital di masyarakat 4,8 persen kesembilan Keterbukaaan dan akuntabilitas pemerintah terpilih di tingkat pusat dan daerah 3,6 persen. Aksebilitas wakil-wakil terpilih terhadap para konstituennya dan petugas pelayan public pada masyarakat yang dilayani 3,6 persen.

Dapat disimpuolkan bahwa keleluasan untuk berkegiatan tidak diimbangi dengan kinerja yang baik instrument-instrumen demokrasi yang ada. Nampak ada hasil kerja yang tak seimbang ketika jaminan kebebasan, utamanya yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik, makin baik sementara instrument demokrasi yang ada menunjukan kinerja yang memburuk.

Coen Husein Pontoh, Sekretaris Jenderal PDS (Perhimpunan Demokratik Sosialis), menganalisa situasi ini sebagai akibat dari transisi demokrasi yang hanya diarahkan pada sebuah proses ndemokrasi prosedural semata. Menurutnya, sebagian besar aktor pro-demokrasi yang ada meluangkan banyak energi pada proses pelembagaan demokrasi, bukan pada isi/substansi daridemokrasi.

Sebagai contoh, Coen menyebutkan adanya berbagai bentuk kebijakan Negara yang mengakomodasi pembentukan institusi-institusi masyarakat sipil (ornop, kelompok-kelompokperempuan) atau pun upaya untuk mereformasinya institusi seperti Mahkamah Agung, DPR RI, dan pembentukan Komisi-komisi tertentu seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemeriksaan Kekayaan Negara (KPKN).

Sayangnya, tidak ada perhatian serius tentang siapa yang berhak untuk mengisi institusi-institusi demokrasi tersebut. Subyek yang dihasilkan adalah figur pemimpin yang tidak populer; tidak berasal dari dan tidak menyuarakan kepentingan
rakyat. Akibatnya, keputusan-keputusan politiknya pun tidak populis dan terus-menerus diganggu oleh berbagai protes rakyat.

Coen menyatakan bahwa model transisi demokrasi yang mementingkan pembangunan prosedural demokrasi seperti ini sebenarnya lahir dari mereka yang pro-pasar bebas. Pada satu sisi ada pengakuan dan penghormatan atas hak-hak sipil dan politik, tetapi di sisi lain amatmendukung pemberlakuan pasar bebas yang abai pada isu hak-hak ekonomi-sosial-budaya (yang pada tataran tertentu memang selalu menjadi penghalang utama berlakunya pasar bebas).

Pemimpin yang lahir dari situasi seperti ini adalah mereka yang lahir dari kekuataan oligarkhi modal yang amat bersandar pada kekuatan militer untuk menjaga agar program-program politiknya yang tidak populis bisa tetap berjalan. Itulah situasi Indonesia kini yang mengambil jalur demokrasi prosedural melahirkan situasi dimana ;
(1) mengutamakan pembangunan institusi demokrasi,
(2) pasar bebas semakin menunjukkan eksistensinya dalam kehidupan politik negara, (3) penghancuran kekuatan rakyat dengan terus memelihara suara massa mengambang, dan
(4) militerisme yang terus berkesempatan bercokol dalam ruang politik. Ironisnya, menurut Coen, kebanyakan aktor pro-demokrasi saat ini justru menganggap bahwa situasi sekarang sudah baik dan kalaupun demokrasi belum ideal ini hanyalah sebagai fase awal dari demokratisasi.

Georg Sorensen dalam tulisan Democracy and Democractization, dalam Handbook of Politics State and Society in Global Perspective, menuliskan. Dalam hal ini, Robert Dahl: menyarankan konsep demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memenuhi kondisi berikut:

Yang bermakna dan ekstensif kompetisi di antara individu dan kelompok yang terorganisir (khususnya partai politik).

Kekuatan politik. Sangat inklusif tingkat partisipasi politik seseorang dalam pemilihan pemimpin dan partai politik, setidaknya melalui kesetaraan dan adil, sehingga lebih (dewasa) adalah kelompok sosial dikecualikan. Suatu tingkat kebebasan sipil dan politik - kebebasan berekspresi, kebebasan pers, kebebasan untuk dari dan bergabung dengan organisasi - cukup untuk menjamin integritas kompetisi politik partisipasi anda (Dahl, 1989; lihat Diamond et al. 1988; Tilly 2007).

Sumber Bacaan :
1.Georg Sorensen dalam tulisan,
Democracy and Democractization, dalam Handbook of Politics State and Society
in Global Perspective.
2.Anis Bawesdan, Harian KOMPAS, www.unisosdem.org
3.Rita Olivia Tambunan, Gerakan Kiri dan Demokratisasi di Indonesia,
Penelitian DEMOS


Selasa, 13 April 2010

FILSAFAT SATU

Dalam memandang sebuah realitas. Jika diperlukan, berikan contoh-contoh kongkritnya dalam ilmu masing-masing. Berikan penjelasan secara lengkap mengenai tiga paradigma ontologism (world view) dalam memandang sebuah realitas. Jika diperlukan, berikan contoh-contoh kongkritnya dalam ilmu masing-masing ?

Paradigma Ilmu Komunikasi berdasarkan metodologi penelitiannya, menurut Dedy N. Hidayat (1999) dalam Buku Sosiologi Komunikasi karya Burhan Bungin (2009), yang mengacu pada pemikiran Guba (1990 : 1994) ada (3) paradigma :
(1) paradigma klasik (classical paradigm) ;
(2) paradigma kritis (critical paradigm) ; dan
(3) paradigma konstruktivisme (contructivism paradigm).
Menurut Sendjaja (2005) dalam Burhan Bungin, paradigm klasik (gabungan dari paradigm ‘positivism’ dan post-positivism menurut Guba), menurut Dedy N Hidayat (1999), bersifat ‘interventionist’ yakni melakukan pengujian hipotesis dalam struktur hypotthecito-deductive method, melalui laboratorium, eksperimen, atau survey ekplanatif dengan analisis kuantitatif. Dengan demikian objektivitas, validitas, dan realibilitas diutamakan dalam paradigma ini.
Paradigma kritis lebih berorientasi ‘particivative’ dalam arti menggunakan analisis konverhensif, konstekstual, dan multilevel analisis, sedangkan paradigm konsruktivisme, bersifat reflektif da dialektikal. Menurut paradigma ini, antara peneliti dan subjek yang diteliti, perlu tercipta empati dan interaksi dialektis agar mampu merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif seperti observasi partisivasi (participant observation).
Menurut Prof Engkus Koeswarno, Perbedaan Ontologis ;
Paradigma Klasik, Critical Realism: Realitas “nyata” diatur oleh kaidah yang berlaku universal, walaupun kebenaran diperoleh secara probalistik.
Paradigma Konstruktivis, Relativism : Reaalitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran realitas bersifat relative, berlaku konteks sfesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.
Paradigma Kritis, Historical realism : Realitas “semu” (virtual reality) yang telah terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan sosial, budaya, politik, ekonomi, dsb.
Menurut Prof. Dr. Engkus Koeswarno dalam bukunya Fenomenologi (36 : 2009) Menetapkan metodologi sama artinya dengan mendeskripsikan paradigma atau cara pandang terhadap realitas. Berkaitan dengan hal ini, bagaimana sebenarnya posisi metodologi fenomenologi ? pada dasarnya fenomenologi cenderung untuk menggunakan paradigma penelitian kualitatif sebagai landasan metodologisnya.
Berikut ini perlu diuraikan sifat-sifat dasar penelitian kualitatif yang relevan menggambarkan posisi metodologis fenomenologi dan membedakannya dari penelitian kuantitatif :
(1) Menggali nilai-nilai dalam pengalaman dan kehidupan manusia.
(2) Fokus penelitian adalah pada keseluruhannya, bukan pada perbagian yang membentuk keseluruhan itu.
(3) Tujuan penelitian adalah menemukan makna dan hakikat dari pengalaman, bukan sekedar mencari penjelasan atau mencari ukuran-ukuran dari realitas.
(4) Memperoleh gambaran kehidupan dari sudut pandang orang pertama, melalui wawancara formal dan informal.
(5) Data yang diperoleh adalah dasar bagi pengetahuan ilmiah untuk memehami perlikau manusia.
(6) Pertanyaan yang dibuat merefleksikan kepentingan, keterlibatan dan komitmen pribadi dari peneliti.
Sifat-sifat penelitian kualitatif tersebut, akan sejalan dengan ciri-ciri penelitian fenomenologi berikut ini :
(1) Fokus pada sesuatu yang Nampak, kembali kepada yang sebenarnya (esensi), keluar dari rutinitas, dan keluar dari apa yang diyakini sebagai kebenaran dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
(2) Fenomenologi tertarik dengan keseluruhan, dengan mengamati entitas dari berbagai sudut pandang dan persfektif, sampai didapat pendangan esensi dari pengalaman atau fenomena yang diamati.
(3) Fenomenologi mencari makna dan hakikat dari penampakan, dengan intuisi dan refleksi dalam tindakan sadar melalui pengalaman. Makna ini yang pada akhirnya membawa kepada ide, konsep, penilaian dan pemahaman yang hakiki.
(4) Fenomenologi mendeskripsikan pengalaman, bukan menjelaskan atau menganalisisnya. Sebuah deskripsi fenomenologi akan sangat dekat dengan kelamiahan (tekstur, kualitas, dan sifat-sifat penunjang) dari sesuatu. Sehingga deskripsi akan mempertahankan fenomena itu seperti apa adanya, dan menonjolkan sifat alamiah dan makna dibaliknya. Selain itu, deskripsi juga akan membuat fenomena “hidup” dalam term yang akurat dan lengkap. Dengan kata lain sama “hidup” –nya antara yang tampak dalam kesadaran dengan yang terlihat oleh panca indera.
(5) Fenomenologi berakar pada pertanyaan-pertanyaan yang langsung berhubungan dengan makna dari fenomena yang diamati. Dengan demikian peneliti fenomenologi akan sangat dekat dengan fenomena yang diamati. Analoginya peneliti itu menjadi salah satu bagian puzzle dari sebuah kisah biografi.
(6) Integritas dari subjek dan objek. Persepsi peneliti akan sebanding/sama dengan apa yang dilihatnya/didengarnya. Pengalaman akan suatu tindakan akan membuat objek menjadi subjek, dan subjek menjadi objek.
(7) Investigasi yang dilakukan dalam kerangka intersubjektif, realitas adalah salah satu bagian dari proses secara keseluruhan.
(8) Data yang diperoleh (melalui berpikir, intuisi, refleksi, dan penilaian) menjadi bukti-bukti utama dalam pengetahuan ilmiah.
(9) Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus dirumuskan dengan sangat hati-hati. Setiap kata harus dipilih, di mana kata yang terpilih adalah kata yang aling utama, sehingga dapat menunjukan makana yang utama pula. Dengan demikian, jelaslah bahwa bahwa fenomenologi sangat relevan menggunakan peneliti kualitatif ketimbang penelitian kuantitatif, dalam mengungkapkan realitas.

Catatan
Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi, Kencana, Jakarta, 2009
Koeswarno, Engkus, Fenomenologi, Widya Padjajaran, Bandung, 2009

FILSAFAT DUA

Jika ada sebuah komentar : “Untuk studi pada jenjang magister dan doktor yang penting adalah memahami sedetail mungkin bidang ilmu yang kongkrit ditekuninya, bukan memahami filsafat yang lebih abstrak”.

Saya berpendapat, bahwa Filsafat harus di fahami juga oleh mahasiswa program magister dan doktor. Kenapa, kita sebagai manusia menuntut ilmu bukan untuk gaya-gayaan atau gengsi, mengejar prestise namun untuk lebih mengembangkan diri dan bermanfat untuk diri sendiri kemudian untuk orang lain. Dengan mempelajari Filsafat kita berharap lebih bijaksana dalam bertindak. Berpikir lebih jernih untuk melangkah maju menapak hari demi hari. Apalagi sebagai umat manusia dalam perkembangan jaman saat ini, harus dibarengi dengan pijakan filsafat yang mumpuni. Mengetahui landasan munculnya ilmu pengetahuan.
Karena dalam Filsafat seperti ditulis oleh Prof. Dr. Engkus Kuswarno, M.S. dalam bukunya yang berjudul Fenomenologi (29 : 2009), bahwa pada umumnya pembahasan Filosofis selalu melibatkan empat bidang inti, yakni ontology, epsitomologi, etika, dan logika. Keempat bidang inilah yang menjadi dasar bagi semua ilmu pengetahuan.
Menurut Socrates dan Plato, filsafat dimulai dari etika, sedangkan menurut Aristoteles filsafat dimualai dari metafisika atau ontologi. Descrates menempatkan epistomologi sebagai bidang filsafat yang utama, seperti halnya Russel yang menempatkan logika sebagai bidang filsafat yang utama. Pada sisi lain, Husseri beranggapan bahwa fenomenologi-lah yang menjadi inti dari filsafat, Husseri beranggapan bahwa fenomenologi-lah yang menjadi inti dari filsafat. Husseri adalah filsuf pertama yang memasukan fenomenologi sebagai bidang inti filsafat selain yang empat tadi.
Sedangkan Filsapat seperti di tulis oleh Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya yang berjudul Filsapat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer (19 : 2007), Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri : Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu ? Apakah cirri-cirinya yang hakiki ang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu ? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar ? Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah ? Mengapa kita mesti mempelajari ilmu ? Apakah kegunaan yang sebenarnya ?
Demikian juga berfilsafat berarti terendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah kita ketahui : Apakah ilmu mencakup segenap pengetahuan yang seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini ? Di batas manakah ilmu mulai dan di batas manakah dia berhenti ? Kemanakah saya harus berpaling di batas ketidaktahuan ini ? Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu ? (Mengetahui kekurangan bukan berarti merendahkanmu, namun secara sadar memanfaatkan, untuk terlebih jujur dalam mencintaimu).

Sumber Bacaan
Koeswarno, Engkus, Fenomenologi, Widya Padjajaran, Bandung, 2009
Suriasumantri, Jujun S, Filsapat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2009

Rabu, 07 April 2010

FILSAFAT TIGA

Knower dalam Filsafat dan ilmu adalah di mana dalam knower terdapat dua unsur yakni indra dan pikiran, maka sadari itu unsur ilmu pengetahuan adalah indra, pikiran dan known. Manusia mempunyai naluri untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya yakni dengan bahasa yang komunikatif dan daya nalar. Bahasa merupakan media yang tepat untuk mengkomunikasikan informasi dan jalan pikirannya, dan dengan kemampuan berpikir manusia mampu mengembangkan suatu hal.
Knowing, Salah satu keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya di muka bumi adalah dimilikinya kemampuan untuk berfikir atau dalam bahasa psikologi dikenal dengan istilah kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif inilah yang memungkinkan manusia untuk dapat memiliki sejumlah pengetahuan (knowledge) guna kepentingan kelangsungan hidupnya.
Dengan pengetahuan yang dimilikinya, seorang manusia dapat mengingat, memahami, merencanakan, atau memecahkan berbagai masalah kehidupan yang yang sangat kompleks sekalipun.
Berbicara tentang pengetahuan manusia, Wayne K. Hoyt dan Cecil G. Miskel (2001) mengemukakan tentang dua jenis pengetahuan, yaitu :

1. general knowledge; pengetahuan yang diterapkan dalam berbagai situasi.
2. specific knowledge; yaitu pengetahuan yang berkenaan dengan tugas atau persoalan tertentu.




Sementara itu, Paris dan Cuningham (1996) mengkategorikan pengetahuan ke dalam tiga bagian yaitu:

1. declarative knowledge; pengetahuan untuk menerangkan sesuatu (knowing what).
2. procedural knowledge; pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu (knowing how).
3. conditional knowledge; pengetahuan tentang kapan dan mengapa (knowing when dan why), yang merupakan penerapan dari declarative knowledge dan conditional knowledge

Bagaimana seseorang dapat memperoleh pengetahuan ? Untuk jawabannya bisa dijelaskan dari berbagai teori belajar. Kalangan behaviorist beranggapan bahwa pengetahuan seseorang diperoleh melalui upaya-upaya pengkondisian (conditioning) dengan menciptakan stimulus-stimulus tertentu yang bersumber dari lingkungan sehingga pada gilirannya dapat diperoleh respon-respon tertentu.
Kekuatan utamanya terletak pada pemberian reinforcement atas respon-respon yang dihasilkan. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan dengan cara trial and error, latihan secara berulang-ulang, atau meniru dari orang lain.
Sementara kalangan Cognitivist beranggapan bahwa pengetahuan manusia diperoleh melalui persepsinya terhadap stimulus dengan menggunakan alat dria, hasil persepsi berupa informasi akan disimpan dalam sistem memori untuk diolah dan diberikan makna, selanjutnya.informasi tersebut digunakan (retrieval) pada saat diperlukan. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan dengan mengoptimalkan kemampuan perseptual dan perhatiannya serta mengatur penyimpanan informasi secara tertib.
Kalangan konstruktivist ala Piaget berpandangan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan dengan cara mengasosiasikan dan mengakomodasikan pengetahuan yang telah ada dalam dirinya dengan pengetahuan yang diterimanya sehingga membentuk pengetahuan baru, melalui usaha aktif inidividu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tentunya, masih banyak pandangan-pandangan lainnya tentang bagaimana seseorang dapat memperoleh pengetahuan.
Terlepas dari berbagai pandangan yang ada, bahwa sumber pengetahuan di dunia ini betapa kaya dan luasnya, sehingga manusia tidak mungkin dapat menjangkau seluruhnya dan pengetahuan yang kita miliki hanya baru sebagian kecil saja dari sumber pengetahuan yang tersedia. Kewajiban kita adalah berusaha mendapatkan pengetahuan itu sesuai dengan kapasitas yang dimiliki masing-masing, melalui usaha yang tiada henti sepanjang hayat. Semakin banyak dan mendalam pengetahuannya, seseorang akan semakin tersadarkan pula bahwa sesungguhnya betapa kecilnya pengetahuan yang telah didapatkanya.
Menurut Prof. Dr. Engkus Koeswarno, M.S. dalam materi perkuliahan Filsafat Ilmu menjelaskan,
 DalamEncyclopedia of Philosophy: pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).
 Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai.
 Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi.
 Pengetahuan merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar.
 Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup seluruh hal yang diketahui manusia. Pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan.
 Tujuan manusia mempunyai pengetahuan adalah:
1. Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup
2. Mengembangkan arti kehidupan
3. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
4. Mencapai tujuan hidup.
 Binatangpun mempunyai pengetahuan, tetapi hanya sekedar atau terbatas untuk melangsungkan hidup (survival).
Herman Soewardi Guru Besar Sosiologi dan Filsafat Ilmu pada Universitas Padjajaran Bandung, Dalam buku yang ditulisnya berjudul Roda Berputar Dunai Bergulir, Kognisi baru tentang Timbul tenggelamnya Sivilisasi, menuliskan :
1. The Knower
Secara analitik, kemampuan untuk mengetahui itu dapat diuraikan sebagai berikut :

(1) Kemampuan kognitif, ialah kemampuan untuk mengetahui (dalam arti kata yang lebih dalam berupa mengerti, memahami, menghayati) dan mengingat apa yang diketahui itu. Landasan kognitif adalah rasio atau akal, yang sifat atau kemampuannya telah kita kupas di muka, Kognisi an sich bersifat netral.
(2) Kamampuan afektif, ialah kemampuan untuk merasakan tentang yang diketahuinya itu, ialah rasa cinta (love) dan rasa indah (beauty). Afeksi sudah tidak netral lagi. Baik rasa cinta maupun rasa indah kedua-duanya merupakan kontinum dengan ujung-ujungnya yang bersifat poler (cinta-benci, indah-buruk). Seperti telah disebut di muka, rasa inilah yang menghubungkan manusia dengan kagaiban, dan rasa inilah yang merupakan sumber kreativitas manusia. Dengan rasa inilah manusia menjadi manusiawi, atau dengan perkataan lai, bermoral.tak berlebihan bila kita katakan bahwa rasalah yang menjadi tiangnya kemanusiaan. Namun rasa tidak mempunyai patokan seperti halnya rasio. Rasa adalah sekaligus keagungan dan kelemahan manusia (poler!), dan disinilah pula letaknya sasaran godaan syeitan. Disinilah letaknya bahaya utama manusia, sehingga Tuhan menurunkan petunjuk-petunjuk-Nya kepada manusia, dengan penegasan daripadaNya bahwa celakalah mereka yang tidak mendengar. Rasa yang terkena godaan syeitan menimbulkan bermacam-macam kecelakaan, termasuk tidak berfungsinya rasio : menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah. Rasio menjadi tumpul.
(3) Kemampuan konatif, ialah kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan itu. Konasi adalah will atau karsa (=kemauan, keinginan, hasrat), ialah daya dorong untuk mencapaiu (atau menjauhi) segala apa yang didiktekan oleh rasa. Rasalah yang memutuskan apakah sesuatu itu dicintai atau dibenci, dinyatakan indah atau buruk dan menjadi sifat manusia untuk mengingin-kan/mendekati yang dicintainya dan yang dinyatakan indah, dan sebalik-nya untuk membuang/menjauhi yang dibencinya dan dinyatakan buruk. Adapun kekuatan manusia untuk bergerak mendekati/menjauhi disebut kemampuan konatif.

Satu lagi sifat manusia sebagai The Knower ialah kesadaran manusia, yang merupakan dasar yang lebih dalam bagi dapat berfungsinya ketiga kemampuan di atas. Kesadaran atau consciousness merupakan bukti dari keperiadaan. Seperti diucapkan oleh Descrates, cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada), kita dapat menambahkan bahwa berpikir itu hanya dapat dilakukan dalam keadaan sadar, maka kesadaranlah yang merupakan dasar yang lebih dalam. Berbagai pakar mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang kesadaran manusia ini. Akan dikupas pandangan-pandangan dari Freud, Marx, James, Al Ghazali dan Fazlur Rahman.

Freud : oleh Martindale (1960) digolongkan sebagai irrational idealism mengikuti Schpenhauer dan Nietzsche, yang berpandangan bahwa lebih dasar dari pada rasionalitas manusia adalah emosinya dan naluri kehidupannya (atau will nya). Psikologi dari individu di dalam pandangannya itu terbagi menjadi dua bagian, ialah kesadaran dan ketidaksadaran, dimana yang disebut terakhir berisi factor-faktor emosional yang lebih dalam, yang bersifat sangat seksual (libidinous), dengan suatu mekanisme sensor tersebut. Maka pada dasarnya Freud beranggapan bahwa dorongan seksual itulah yang merupakan nature dari manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa kesadaran Freud adalah kesadaran seksual yang telah disensor.

Marx: Menyatakan bahwa kelaslah yang member bentuk kesadaran manusia. Individu akan menampakan keperilakuan sebagaimana didktekan oleh kelasnya, dan dalam pandangan Marx hanya ada dua kelas, yang satu memeras dan yang satu lagi diperas (sebgai tesa dan antitesa), maka demikian pulalah kesadaran individu-individu di dalam masing-masing kelasnya. Jelas bahwa pandangan Marx ini adalah pandangan materialistic, dimana materi menguasai spiritual.

James, Menentang pandangan bahwa kesadaran merupakan suatu kesatuan (entity). Pikiran (thoughts) timbul atau dibuat dari objek-objek material (berupa material, esensi atau suatu minda lain) yang benar-benar ada, tapi tidak ada satu original being yang sama seperti objek-objek itu yang menimbulkan pikiran tersebut. Bagi James yang ada hanya pengalaman (experience), dimana bagian dari pengalaman itu suatu konteks tertentu bersifat the knower (subjek), dan dalam konteks lain the known (objek). Dikatakannya bahwa pengalaman murni adalah aliran (flux) dari kehidupan yang memberikan bahan bagi refleksi-refleksi kita di kemudian. James mencampurbaurkan kesadaran dan pengalaman, the knower dan the known.
Al Ghazali : menginterpretasikan Al Qur’an dan melihatnya bahwa kesadaran itu bertingkat-tingkat, dari tingkatan terendah sampai ke tingkatan tertinggi. Yang terendah adalah kesadaran indrawi, yang sering menipu dan bertalian dengan nafsu amarah ; tingkat kedua berupa kesadaran akali yang mengoreksi kesadaran indrawi (misalnya tongkat menjadi bengkok bila dicelupkan kedalam air), dan bertalian dengan nafsu lawwamah ; kesadaran akali masih bisa menipu, misalnya bila kita dihadapkan pada masalah moral. Kesadaran tertinggi adalah kesadaran rohani, yang tidak bisa berbohong, dan bertalian dengan nafsu mutmainah.
Fazlur Rahman : juga menginterpretasikan Al Qur’an dan berbeda dengan Al Ghazali, ia sampai pada kesimpulan yang lain. Bagi Fazlur Rahman, ucapan-ucapan seperti al-nafs al-mutmainah dan al-nafs al-lawwamah (yang biasanya diterjemahkan menjadi jiwa yang merasa puas dan jiwa yang mengutuk) sebaiknya kita pahami sebagai keadaan-keadaan, aspek-aspek, watak-watak, atau kecenderungan-kecenderunagn dari pribadi manusia (Fazlur Rahman, 1980 : 26). Karena itu menurut hemat saya yang disebut ammarah, lawwamah dan mutmainah oleh Al Ghazali itu bukan tingkatan-tingkatan yang baku, akan tetapi kecenderungan-kecenderungan yang bisa terjadi pada setiap manusia, pada setiap saat. Maka pandangan Fazlur Rahman sangat sesuai dengan konsepsi tentang fitrah manusia (atau the human nature) yang tak lain adalah rasa atau kemauan afektif yang bersifat bersih dari segala kotoran, gangguan dan godaan, yang merupakan media hubungan yang dicipta dengan sang pencipta, yang merupakan dasar bagi yang dicipta untuk mendegar petunjuk yang Mencipta ; maka dari itu kesadaranpun bersifat terbuka (bisa ammarah, lawwamah, dan mutaminah) dimana ketiga bentuk nafsu itu selalu bisa berganti-ganti dari saat ke saat. Kepada ketiga bentuk itu sulit kita berikan ranking berdasarkan tinggi-rendahnya, yang merupakan makhluk material dan makhluk spiritual sekaligus. Sedangkan yang penting bagi manusia adalah pilihan dengan kesadaran apa manusia harus bersandar pada kehidupannya, berdasarkan pada petunjuk-petunjuk yang Mencipta. Berpaling dari Petunjuk-petunjuk itulah yang menjadikan manusia sesat dan jatuh ke dalam lembah kenistaan.
2. Knowing Atau Nalar/Berfikir
Kesadaran adalah landasan untuk nalar atau berfikir. APa yang dipikirkan oleh manusia ? Ialah tentang segala sesuatu, baik yang dapat diindera maupun yang tidak dapat diindera. Segala sesuatu yang dapat diindera oleh manusia disebut pengalaman atau experience. Sedangkan segala sesuatu yang tak dapat diindera oleh manusia disebut dunia metafisika (meta = beyond). Metafisika = beyond experience). Berpikir tentang experience disebut berpikir empirikan, dan berpikir tentang dunia gaib disebut berpikir transcendental. Hal-hal yang manusia peroleh melalui pemberitaan (wahyu) disebut divine revelation, yang menyangkut dua-duanya, ialah empirical dan transendental. Sejak jaman Yunai kuno manusia telah melakukan pemikiran. Terkenal sampai sekarang antara lain adalah apa yang disebut Silogisme dan Geometrika Euclid.
Logika, matematika dan statistika
Ketiga-tinganya merupakan media untuk nalar dan sekaligus untuk mengkomunikasikannya. Ketiga-tiganya mempunyai patokan atau rules, menggunakan tanda-tanda atau sinyal yang diberi definisi yang ketat. Deduksi adalah rules bagi logika dan matematika, dan induksi adalah rules bagi statistika. Deduksi disebut pula inference.
Baik logika maupun matematika berbentuk form, sebagai wadah bagi berbagai content atau isi. Patokan atau rules berlaku untuk form dan kebenarannya (dari inferences) adalah kebenaran form. Adapun kebenaran ini atau content tidak menjadi jaminan. Kebenaran atau keberadaan content tergantung dari premis-premis, Karena itu adalah kosong (form without content is empty).
Berbagai peristilahan dalm logika
1. Proporsional Calculus : suatu cabang logika yang paling dasar (elementer), dan dasar bagi yang lain. Dimaksudkan untuk memberikan presisi pada kalimat-kalimat, ialah kata penghubung (connective) : dan, atau, bila, maka, dan sebagainya.
2. Sistem logistic atau kalkulus, ialah bagian yang murni dari bahasa yang diformalkan, merupakan abstraksi dari setiap pengertian atau interpretasi. Jumlah rumus yang diformalkan dengan ketat. Patokan inference yang diinfer atau kongklusi (dari suatu premis). Menjadi teorema bila da bukti (prof).
3. Categorical proposition :
a. Affirmative : all S is P
b. Negative : No S is not P
c. Universal : Some S is P
d. Particular : Some S is not P
4. Appositions, immediate inference : contradictory, Contrary, Sub-contrary, Subalterm.
5. Categorical syllogism (first order functional calculus)
Beberapa hal tentang matematika
1. Geometrika Euclidian : axiomatika
2. Geometrika non-euclidian : postulat yang diubah memberikan teorema yang lain.
3. Teorema Goedel : bila patokan (game/matematika) itu benar-benar konsisten, kenyataan konsistensi itu tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan permainan (game) itu sendiri.
Beberapa tentang induksi (Statistika)
1. Pengertian : a passage from individuals to universals
Summative : complete, conclusive argument
Ampliatise : incomplete, from the know to the unknown

2. Tempatnya dalam sains : testing hypothesis adalah dengan induksi.
Catatan dari kuliah perdana Prof. Husen Djajasukanta :
1. Benar-tidaknya suatu hipotesis tergantung dari peluang. Maka kebenaran itu kebetulan saja benar (Type I error dan Type II error).
2. Kebenaran empiric dijadikan premis : premis itu tidak selalau benar.

3. Knowledge
Berhubungan dengan kepercayaan reliabilitas dan soliditas dari dunia external yang kita kmelalui sense perception, pertalaiannya dengan ingatan (memeory) dan pengenalan objek-objek yang sama seperti telah kita pernah lihat sebelumnya.
Pencarian/penemuan knowledge adalah fungsi dari sains, sedanglkan fungsi filsafat adalah clarification dari penemuan-penemuan itu (asfek etimologinya).

Masalah-masalah
1. Tentang eksternal world : sejauh in, atas pengaruh dari sains alamiah, masalah eksternal world hanya berkisar pada apa yang dapat diketahui (knowability) dari pada eksternal world itu dalam rangka pengujian hipotesis-hipotesis.
2. Persepsi dan memory : merupakan warisan dari empiris.
Persepsi, diyakini nahwa ada eksternal world yang dihuni oleh obyek-obyek yang nyata baik alamiah maupun buatan, sehingga yang menjadi masalah adalah bagaimana objek-objek itu dapat dipersepsi. Dalam hal ini bisa terjadi ilusi dan halusinasi. Sebuah tongkat yang menjadi bengkok ketika dicelupkan ke air tetap bengkok. Bagaiamanakah hubungan antara tampak bengkok dan tidak bengkok dari tongkat itu ?
Memori (ingatan) : juga memecahkan masalah terjadinya ingatan telah menjurus ke jalan buntu. Bagaimana kita percaya bahwa benar-benar itulah yang terjadi di masa lalu ? dan apa yang terjadi bila kita tidak bisa mengingatnya.

3. Analisis bahasa
Suatu masalah anatar objek material dengan kata yang bertalian dengan objek material itu. Benarkah kita tahu tentang material obyek itu setelah kita mengetahui kita yang bertalian dengannya ?

4. Masalah komunikasi
Mana yang sebenarnya terjadi : berkomunikasi atau bermis-komunikasi ? Sulit untuk kita terima dengan tandas bahwa seorang itu mengerti tentang sesuatu yang dikomunikasikan atau ia itu sebenarnya salah mengerti ? Dan, apakah yang sebenarnya dikomunikasikan itu, pengetahuan atau pengalaman?

Sumber Bacaan
Soewardi, Herman, 2009, “Roda Berputar Dunia Bergulir”, Bakti Mandiri, Bandung.
Power Point Materi Perkuliahan Filsafat Ilmu, oleh Prof. Dr. Engkus Koeswarno, M.S.
Tulisan Berjudul Pengetahuan Manusia oleh Akhmad Sudrajat, M.Pd, http://boedyanturan-ikomangbudiasa.blogspot.com