Minggu, 14 Desember 2014

KASEPUHAN CISUNGSANG

  1. Asal-Usul Kasepuhan Cisungsang


Kampung Cisungsang terletak persis di tepi kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Terlihat tugu dan papan yang berdiri kokoh yang menandakan bahwa kawasan di Kecamatan Cibeber merupakan kawasan TNGS. Pemandangan sepanjang perjalanan dari Kota Kecamatan Bayah menuju Cisungsang terlihat  masih asri.

Jarak dari ibukota Provinsi Banten, kota Serang menuju  ke Cisungsang sekitar 250 KM, jalan raya -  jika dari Jakarta sekitar 350 KM. Walau jauh dan melelahkan, perjalanan akan terasa menyenangkan karena setelah sampai di wilayah Cikotok kita akan melihat pemandangan yang indah, terlihat anggunnya Gunung Halimun, yang setiap harinya dihiasi oleh awan tebal, walau hari cukup cerah di sekitarnya.

Description: E:\FOTO JANUARI-RISET\01\IMG_5062.JPG

Menjelaskan sejarah Cisungsang, tidak bisa sehari-atau dua hari berada di Kasepuhan Cisungsang. Namun penulis perlu berhari-hari bahkan bertahun-tahun untuk memahami Kasepuhan Cisungsang.  Apih Adeng Jayasasmita, menegaskan pada acara Seren Taun Cisungsang  2013, di bulan September. Beliau berbincang beberapa menit sebelum beranjak membawa bahan-bahan (kemenyan) dalam  iring-iringan upacara adat Seren Taun Cisungsang, “ieu masih katutup, teua acan tiasa di buka, apih ningalina kitu ” Apih Adeng menjelaskan bahwa, cerita Kasepuhan Cisungsang belum dapat diungkapkan se-utuhnya, masih tertutup. Beliau melihat bahwa penelitian di Cisungsang, tidak akan lengkap, karena masih ada yang belum bisa diungkapkan secara terbuka kepada masyarakat umum. Hal ini membuat rasa penasaran penulis, karena Apih Adeng merupakan sesepuh yang merupakan sosok penasehat Kasepuhan Cisungsang, yang dipercaya kepala adat untuk memimpin upacara adat di Kasepuhan Cisungsang.

Kasepuhan Cisungsang bukanalah  padepokan, atau tempat untuk berkumpul atau juga kerajaan yang membuat dinasti berkembang dan beranak pinak. Namun Kasepuhan Cisungsang adalah sebuah amanat dari para leluhur yang diturunkan secara turun-temurun dari silsilah keluarga. Kehidupan masyarakat Cisungsang kini sudah moderen, hanya di komplek rumah kepala adat saja, yang bangunan serta alun-alun berdiri kokoh dengan bahan material bangunan terdiri dari bahan baku yang mayoritas teridir dari kayu, namun juga unsur moderen banyak digunakan dalam bangunan yang kini berdiri dan digunakan oleh Kepala Adat beserta keluarga, yaitu Ema isteri Abah dan ke-tiga anaknya.

          Description: E:\FOTO JANUARI-RISET\01\IMG_5041.JPG


Mengutip tulisan dari Will Barton & Andrew Black, 2005. Pada, dasarnya masyarakat modern hanya memiliki sedikit kemiripan dengan apa yang kita golongkan sebagai masyarakat. Dalam  masyarakat feodal, populasi tersebar secara geografi dan terlepas dari fakta bahwa orang-orang tunduk pada aturan  raja dan tuan tanah feodal, hanya ada sedikit rasa memiliki pada komunitas lebih besar yang akan kita kenali dalam istilah “masyarakat”.[1]
                Peran sentral Kepala Adat di Kasepuhan Cisungsang utamanya adalah dalam hal bercocok tanam dalam pertanian dan pencarian usaha masyarakat yang tergabung dalam komunitas adat kasepuhan Cisungsang. Pertanian di Kasepuhan Cisungsang masih menggunakan cara-cara tradisional. Tidak menggunakan mesin dalam menggarap lahan, namun menggunakan kerbau sebagai alat untuk membajak, memenaen padi dengan menggunakan pisau kecil.
Johan Iskandar Menjelaskan, Dalam beberapa kondisi, system pertanian lading tradisional mempu bertahan secara berkelanjutan. Misalnya, system pertanian yang mamapu beradaptasi dan terintegrasi dengan kondisi local, mendapat dukungan dari ekstraksi sumber-sumber nonpertanian, memiliki sekuriti dalam hal akses terhadap lahan dan sumber daya alam lainnya, serta tidak melampaui daya dukungnya (Geertz, 1963;Conklin, 1969;Harris, 1969;Rappaport, 1971; Ellen, 1975, 1977;Nations & Night, 1980; Dove, 1983; Berkes et all, 1989). Jika persyaratan-persyaratan tadi tidak terpenuhi, sistem pertanian ladang berkelanjutan ini secara umum sulit untuk dipertahankan.[2]
            Dalam Seren Taun Cisungsang, ada  istilah Balik Taun Rendangan, dalam perisitwa ini, kepala adat Kasepuhan Cisungsang, menerima para sesepuh di Kasepuhan Cisungsang atau di sebut Rendangan. Dalam pertemuan singat ini, para Rendangan bertatap muka dan, terjadi komunikasi dua arah antara Abah Usep dengan para Rendangan secara bergiliran. Segala pengalaman hidup, hasil materi yang didapatkan di ceritakan kepada Abah Usep, sebagai pupuhu adat. Peristiwa ini oleh para sesepuh adat di maknakan sebagai proses penyampaina pesan dari masyarakat di komunitas adat kepada Kepala Adat. Istilahnya adalah Nyarita.[3]     

Komplek Kasepuhan Cisungsang
Rumah adat Kasepuhan Cisungsang berada di Desa Cisungsang, Kecamatan Cibeber, terletak di perbukitan – di kaki Gunung Halimun. Rumah kepala adat menghadap ke arah barat. Dan di depannya terdapat lahan kosong berupa halaman yang disediakan untuk kepentingan adat, sepeerti acara Seren Taun. Rumaha adat Kasepuhan Cisungsang memanjang dari arah selatan ke utara.
Rumah  adat Kasepuhan Cisungsang terdiri dari beberapa bagian ruangan yang tersusuan rapi yang terbaut dari bahan yang alami, yang hamper seluruhnya terdiri dari bahan kayu yang berada di sekitar Cisungsang. Bahan bangunan seperti tiang rumah adalah kayu kokoh berukuran besar dari kayu….sedangkan dinding dari anyaman pohon bamboo (awi) yang dianyam menjadi bilik tanpa di pernis. Lantai menggunakan kayu albasiyah yang di serut sedangkan atap dengan bahan dari injuk pohon serabut yang rapat.

Description: E:\FOTO JANUARI-RISET\01\IMG_5039.JPG

Selain rumah terdapat juga Leuit  besar yang berdekatan dengan rumah adat disebut juga leuit si jimat. Leuit ini tempat penyimpanan padi untuk kepentingan kepala adat di Kasepuhan Cisungsang. Leuit ini berisikan pare hasil dari pertanian – masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang.

Leuit  memeiliki pintu yang berada di atas seperti jendela untuk penyimpanan padi atau mengeluarkan padi, yang menghadap kea rah utara. Filosofinya “sasadu kudu ka kidul” jika memohon atau menyampaikan sesuatu sebaiknya bicara dahulu ke selatan. Kasepuhan Cisungsang berada di antara gunung-gunung yang mengintari Sangga Buana, yang di anataranya Gunung Halimun.

Gunung-gunung yang terdapat di pegunungan Sangga Buana anatara lain : Gunung Benceut, Gunung Bongkok, Gunung Kelud, Gunung Jaya Sampurna, Gunung Kamuray, Gunung Suren, Gunung Bentang Gading, Gunung ngoyod, Gunung Botol,  Gunung Kasur, Gunung Palasari, gunung Salak, Gunung gagak, Gunung .

Masyarakat Kasepuhan Cisungsang mempercayai dan patuh terhadap aturan adat mengenai istilah gunung larangan dan gunung Titipan atau disebut juga leweung kolot.
Gunung larangan adalah di mana terdapat mata air yang keberadaan gunung tersebut tidak boleh di ganggu atau di gunakan untuk di garap. Gunung larangan terdapat mata air yang tidak boleh di digunakan lingkungannya oleh masyarakat Incu – Putu. Alasannya adalah karena merupakan sumber mata air yang nantinya berguna bagi masyarakat Incu – Putu. Biasanya di sekitar mata air yang terdapat di gunung Larangan terdapat dua pohon langka, yaitu pohon Leles dan Pohon Kondang.


Description: E:\FOTO JANUARI-RISET\01\IMG_5023.JPG


Ke dua pohon itu, menjaga kelestarian air. Keberadan pohon leles dan Kondang kini langka – bahkan di Cisungsang jarang ditemui. Dari Gunung Larangan yang teradap mata air, mengaliri aliran sungai yang  mengalir di sungai Ciburial, Sungai Lebak Dahu, Sungai Lebak Leles, Sungai Palasari, Sungai Cibentang, Sungai Cimencek, Sungai Cisakirin.

Gunung Larangan terdapat di wilayah utara, barat dan timur.

Di wilayah timur terdapat perbukitan yang dilintasi sungai cibiil, sungai cibanteng, sungai cikadu, sungai cisalak. Di wilayah utara terdapat di sunagi citempu, sungai cipari, sungai lebak dahu, sungai cibenjang, sungai cimencele, sungai cibentang, sungai ciseupan.




Di wilayah barat terdapat dua sungai yaitu Cibuha dan sungai Palasari.

Pewaris tempat Kasepuhan di Banten Selatan

1.      Kasepuhan Cisungsang
2.      Kasepuhan Cipta Gelar
3.      Kasepuhan Cicarucub
4.      Kasepuhan Citorek
5.      Kasepuhan Bayah (Kasepuhan Bayh mandiri, atau berdiri sendiri tidak ada ikatan secara lahiriah dengan kasepuhan Cisungsang)

Description: D:\FOTO SEREN TAUN 2011-2012-2013\Foto seren taun from yokii n crew\Seren taun 2011\IMG_0527.JPG

Silsilah Kasepuhan Cisungsang,

Di awali dari cerita yang disampaikan oleh Apih Adeng, diawali ketika membuka Kasepuhan Cisungsang Olot Ruman, lalu Olot Sakrim, dilanjutkan kepada Olot Ipi dan olot Ciing, lalu di pegang oleh Olot Sardani dari Olot Sardani kepada adiknya yaitu Olot Naedi yang bertahan hanya 5 tahun, melalui wangsit Abah Usep yang sedang menempuh pendidikan SMA di Rangkas, di daulat menjadi Kepala Adat sejak tahun 1993.

Kasepuhan Cisungsang, lokasinya berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya, di awali di daerah Cipangbeasan. Pertamakalinya pusat rumah adat yang ditempati kepala adat dan keluarga serta kerabat dekat berada di Cisuren sekitar Gunung Lebak Lega. Kala itu kepala adat di pimpin oleh Mbah Sakrim – atau disebut Olot Sakrim yang usianya mencapai 200 tahun.

Description: D:\FOTO SEREN TAUN 2011-2012-2013\Foto seren taun from yokii n crew\Seren taun 2011\IMG_0517.JPG

Kasepuhan Cisungsang menempati rumah adat di Cipangbeasan selama di pimpin Olot Sakrim. Dala perjalanannya rumaha adat Kasepuhan Cisungsang berpindah tempat ke Pasir Jingjing yang lokasinya masih di hutan yang berada di wilayah Cisungsang. DI Pasir Jingjing rumah adat Kasepuhan Cisungsang di bangun oleh ratusan warga kasepuhan Cisungsang, yang datang dari berbagai wilayah yang dilintasi sungai Cisungsang. Sebuah keanehan karena begitu banyaknya yang membantu membersihkan hutan untuk mendirikan rumah adat Kasepuhan Cisungsang, saat itu.

Dari Pasir Jingjing, Kasepuhan Cisungsang berpindah ke pasir Koja, perpindahan tempat di awalai dari wangsit yang diterima oleh kepala Adat, yang saat itu sudah di pimpin oleh Abah Usep Suyatma.  Kasepuhan Cisungsang di Pasir Koja, hingga kini masih tetap berdiri kokoh dan semakin luas.

Tahun 1993 Abah Usep Suyatma mendapatkan wangsit untuk memindahkan lokasi kasepuhan Adat Cisungsang dari Cipangbeasan. Di Awali pertemuan para tokoh rendangan dengan Abah Usep, di antaranya APih Adeng. Apih Adeng Jayasasmita di minta oleh Abah melaksanakan wangsit untuk membawa obor dan pergi ke hutan. Apih Adeng bercerita, saat itu dirinya di temani Apih Adil yang hingga kini masih menjabat Dukun Di Kasepuhan Cisungsang. Apih Adeng langsung menancapkan Obor, ketika obor yang di bawa Apih padam, karena ada yang hembusan angin yang meniup hingga Obor Mati. Apih Adeng memastikan bahwa lokasi rumah adat Kasepuhan berada di Lokasi ketika Obor padam. Setelah di tandai dengan penacapan Obor, Apih Adeng menyebut daerah tersebut dengan nama Pasir Jingjing.

Tidak berlansung lama, sebuah kajaiban saat itu ribuan orang warga kasepuhan Cisungsang datang dari pelbagai penjuru. Mereka membawa peralatan seperti golok, pacul dan peralatan yang di buat oleh Panei, atau pandai besi, membabat wilayah Hutan Pasir Jingjing untuk dijadikan tempat rumah Adat Kasepuhan Cisungsang.

Apih Adeng, menegaskan bahwa rumah adat Kasepuhan Cisungsang selesai di bangun, namun tidak digunakan dalam jangka lama. Dan sempat tidak digunakan.

Description: D:\FOTO SEREN TAUN 2011-2012-2013\Foto seren taun from yokii n crew\PILIHAN\DSC_6527.JPG

Keunikan dan sebiah legenda di Cisungsang dan dipercayai oleh masyarakat adat adalah cerita tentang sungai yang mengalir di sekitar Kasepuhan Cisungsang di Cipangbeasan. Sungai Cipangbeasan berasal dari nama beras, sehingga disebut Cipangbeasan. Menurut cerita Apih Adeng, ketika seorang petani di waktu sore hari akan pulang ke rumah tidak membawa apa-apa setelah bekerja seharian, saat musim paceklik tiba, Petani datang ke Sungai Cipangbeasan , air sungai yang mengalir jernih di siuk atau di ambil untuk di bawa ke rumah dan diserahkan kepada isteri untuk di masak yang ternyata adalah beras. Cerita ini diakui Apih Adeng memang hanya terjadi di Cipangbeasan Kasepuhan Cisungsang, dan terjadi ratusan tahun yang lalu. Karena dewasa ini lahan pertanian semakin banyak dan di Kasepuhan Cisungsang masyarakat telah hidup layak dengan lahan pertanian yang ada. Tanah yang subur menjadikan panen di Kasepuhan Cisungsang dua kali dalam setahun. Dan kini tidak terjadi paceklik. Bahkan dapat dikatakan Leuit atau lumbung padi yang terdapat di rumah-rumah penduduk di Kasepuhan Cisungsang setiap tahunnya masih terisi dan tidak pernah kosong. Karena keunikan di Kasepuhan Cisungsang semua hasil panen baik Padi atau beras tidak diperjualbelikan kepada orang lain. Hanya dikonsumsi keluarga saja.


[1] Will Barton & Andrew Black, 2005, Bersiap Mempelajari Kajian Komunikasi, Jalansutra.
[2]Johan Iskandar, Manusia dan Ekologi,  2001, Humaniora Utama Press
[3] Nyarita, dalam bahasa Indonesia, adalah menceritakan, menurut Apih Adeng,  para Rendangan diperbolehkan menceritakan hal-hal terpenting saja dalam  peristiwa Balik Taun Rendangan, isi ceritanya berupa  kebahagiaan, tentang melimpahnya hasil panen, niat untuk membuka usaha perdagangan, dan rencana di tahun  mendatang agar direstui dan diberikan Do’a oleh sang kepala adat. (Wawancara dengan Apih Adeng Jayasasmita).